Papar : Jangan Hanya Memojokkan Cap Tikus
MANADO, suluthebat.com – Tudingan sejumlah kalangan pada minuman Cap Tikus sebagai satu-satunya penyebab tingginya angka kriminalitas di Sulawesi Utara, ditepis salah satu aktivis serta pengamat sosial-kemasyarakatan. Ada banyak faktor lain yang sepertinya luput dari amatan aparat maupun orang tua serta lembaga-lembaga keagamaan.
“Sebaiknya tidak langsung menuding Cap Tikus, karena ada banyak jenis lain yang harganya lebih murah dan sekrang ini cenderung lebih mudah didapatkan,” ujar pengamat yang akrab disapa Papar ini dalam suatu perbincangan di Manado, belum lama ini.
Menurut pengamat yang juga senang dirinya diposisikan sebagai aktivis ini, terdapat sejumlah “obat warung” dengan merek-merek tertentu yang kini digemari kalangan anak “pranggang” atau dalam usia yang masih katagori di bawah pemuda, menjadi penikmatnya.
Obat-obatan ini, setelah diaduk bersama beberapa buah pil, yang juga banyak beredar di waung-warung pinggir jalan dan kemudian dicampur dengan satu-dua grem Cap Tikus, jadilah minuman yang mampu membuat konsumennya “melayang” tanpa tercium bau minuman keras layaknya orang yang mengkonsumsi alkohol kelas lokal.
“Kenapa saya katakan barang ini mudah didapatkan, karena mungkin aparat selama ini lebih fokus pada minuman keras seperti Cap Tikus, sehingga abai memperhatikan jenis lain yang ternyata jauh lebih berbahaya, karena daya rusaknya, saya dengar langsung ke jaringan otak,” tutur Papar.
Selain itu, tambah pria yang identik dengan tatoo di beberapa bagian tubuhnya ini menyayangkan belum maksimalnya kontrol terhadap penggunaan salah satu jenis lem, karena begitu mudahnya didapatkan oleh anak-anak di rentang usia lebih muda lagi.
“Yang ini tak hanya di warung, tapi di toko-toko yang menjual bahan bangunan juga tersedia dan tak ada larangan bagi siapa saja yang ingin membelinya. Konsumennya ada yang masih duduk di sekolah dasar,” bebernya.
Oleh karena itu, menurut Papar, sebaiknya jangan serta-merta langsung menuding Cap Tikus sebagai satu-satunya penyebab tingginya kriminalitas di daerah ini. “Lebih bijaksanalah,” sarannya. Dikatakan, sebagai salah satu hasil turunan dari tanaman enau yang banyak dikembangkan petani, seharusnya difasilitasi agar dapat dikembangkan menjadi produk bernilai, baik bagi masyarakat petani maupun daerah.
“Saya tahu ada banyak yang jadi sarjana atau bahkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi, dibiayai dari usaha Cap Tikus ini. Jadi kalau hanya Cap Tikus yang dilarang atau dibatasi peredarannya, itu sama dengan mematikan hak hidup orang lain,” pungkas Papar.(dki)