Dukung SE Menag, Ormas Adat Sulut Lahirkan ‘Supersemar’
MANADO, suluthebat.com – Menyikapi terus dipolemikkannya Surat Edaran (SE) Kementerian Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang pembatasan penggunaan pengeras suara di mesjid dan musala,turut disikapi sejumlah organisasi masyrakat (ormas) di Sulawesi Utara. Mereka menyatakan, politisasi terhadap aturan itu sangat tidak beralasan dan bisa mengancam harmonisasi kehidupan berbangsa yang bisa berujung pada perpecahan.
Para pemimpin beberapa Ormas adat besar di daerah ini, Jumat (11/3/2022) berkumpul di salah satu café di kawasan Malalayang, Kota Manado. Awalnya, mereka berdiskusi menyangkut kehidupan beragama dan budaya di Sulawesi Utara. Namun, pembicaraan kemudian membahas SE Menag itu. Mereka kemudian sepakat untuk merumuskan sikap dukungan mereka terhadap SE Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas tersebut.
Mereka adalah, Max Surya Togas, salah satu pentolan di Dewan Pimpinan Tonaas (DPT) Brigade Manguni Indonesia (BMI), dua tokoh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Manguni Indonesia (LMI) yakni Aldy Lumingkewas, Wakil Ketua Umum dan Trius Abast yang menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen), Stephen Liow Ketua Asosiasi Komunitas Kabasaran Seluruh Indonesia (AKKSI), salah satu tokoh Pakasaan Tonsea Effraim Lengkong, Ketua Manguni Indonesia (MI) John Hes Sumual, akademisi Sefanya Oratmangun, pakar sejarah budaya Minahasa Refly Assa, aktivis pendidikan perempuan Suzana Tumimomor, Deky Geruh dari Matansing Bantik Minanga Malalayang dan juga dihadiri Wakil Ketua BNPT/FKPT Sulut, Denny Rantung.
Dalam pandangan mereka, SE itu tidak melarang penggunaan pengeras suara di rumah ibadah dan intinya hanya membatasi volume dan durasinya saja, sehingga tidak ada alasan bagi siapapun menolaknya. “Kalau kita simpulkan, SE ini tujuan utamanya untuk harmonisasi saja. Sementara penolakkan yang coba dimainkan di berbagai platform media itu, beraroma politisasi agama untuk kepentingan 2024,” tegas mereka.
Menurut para tokoh Ormas ini, draft pernyataan sikap yang sedang disusun itu merupakan cerminan aspirasi yang berkembang di masyarakat di Tanah Minahasa dan akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo. “Kita menamakan ini Supersemar Minahasa, yang merupakan kepanjangan dari Surat Pernyataan Sebelas Maret dari Tanah Minahasa. Kita sedang finalkan, nanti teman-teman media akan dihubungi saat kita sampaikan secara resmi,” kata mereka.(*)